Sunday, March 6, 2016

Analisis Novel "Belenggu"

Judul Novel                             : Belenggu
Pengarang                               : Armijn Pane
Angkatan                                : Angkatan 30 atau Pujangga Baru
Nama Penerbit                        : Dian Rakyat 
Halaman                                  : 150

Sinopsis

Sukartono atau biasa dipanggil Tono seorang lelaki yang memilih seorang istri yang bernama Sumartini atau di panggil Tini, menjadi istrinya . Namun Tono menikahi Tini hanya atas dasar kecantikan, kepintaran, dan keenergikan Tini saja. Tono beranggapan bahwa wanita yang pantas mendampinginya adalah wanita yang berkarakter seperti Tini. Sayangnya, Tono memilih Tini bukan atas dasar cinta.  Begitu juga dengan Tini, tini sebenarrnya menikah dengan Tono bukan berdasarkan di Mencintai Tono, karena Tini berkeinginan menikah dengan seorang dokter yang bernama Sukartono. Kehidupann rumah tangga mereka sama-sama tidak didasari oleh cinta. Akibatnya,  Rumah tangga yang dibangun bukan atas dasar cinta itu akhirnya tidak bahagia. Kehidupan Tono dan Tini kurang harmonis dan sering terjadi pertengkaran di antara mereka.
Disetiap harinya mereka menyibukan diri mereka masing-masing dengan aktifitas masing-masing. Tini yang ikut dalam organisasi kewanitaan, disibukan dengan berbagai macam kongres dan kegiatan, sedangkan Tono sibuk dengan tugasnya sebagai dokter. Tono lebih mencintai profesinya sebagai dokter, daripada kepada Tini sebagai istrinya, bagi Tono pekerjaannya adalah pekerjaan yang mulia. Dia bekerja tanpa mengenal waktu. Jam berapa pun pasien membutuhkannya, dia selalu datang. Itulah sebabnya, ia sangat disenangi para pasiennya. Selain mudah dimintai pertolongan, Tono juga dikenal sebagai dokter yang dermawan karena ia tidak     pernah minta   bayaran          pada    pasiennya yang  kurang        mampu.
Akibat kesibukan Tono dengan pekerjaannya, ia jarang sekali memperhatikan istrinya sendiri. Hal ini sering menjadi pemicu pertengkaran diantara mereka. Tini merasa dikucilkan oleh suaminya sendiri, dan merasa tidak betah hidup dengan kesendirian, walaupun ia memiliki suami. Suatu hari, pasien Tono yang bernama Ny. Eni menelpon Tono. Setelah lama berbincang ternyata Ny. Eni adalah teman lamanya waktu di Bandung dulu, nama aslinya adalah Rohayah. Didalam percakapannya itu Rohayah menggoda Tono, Namun Tono masih menjaga sumpahnya sebagai seorang dokter. Hari-hari berikutnya Rohayah sering mendatangi Tono dengan berpura-pura sakit, dan minta untuk dirawat, akhirnya karena bertemu hampir setiap hari, Tono tidak bisa menahan cintanya terhadap Rohayah. Hubungan mereka kian hari kian mesra, Tono sering mengajak Rohayah ke Tanjung Priok pesiar. Kedekatan Tono dengan Rohayah akhirnya sampai ditelinga ibu-ibu teman Tini, hal ini membuat rumah tangga mereka kian berantakan.
Ketika Tini pergi ke Solo untuk mengadakan Kongres Perempuan Seumumnya, Tono makin tidak bisa menahan gejolak cintanya terhadap Rohayah. Ia memutuskan untuk tinggal selama seminggu di rumah sewaan Rohayah. Sejak mereka tinggal berdua, mereka mengingat kembali masa-masa lamanya dulu waktu masih di Bandung. Setelah Tono lulus dari sekolah rendah di Bandung, Tono meneruskan sekolah HBS di Surabaya. Sementara Rohayah yang berbeda tiga tahun dalam sekolah itu harus kembali ke Palembang karena akan dikawinkan oleh orang tuanya. Sikap Rohayah yang penuh pengertian membuat Tono mabuk asmara. Hubungan Tono dengan Tini semakin meruncing. Apalagi berita itu menyebar di kalangan ibu-ibu teman Tini.

Ketika Tini pergi ke Solo mengadakan Kongres Perempuan Seumumnya, Tono makin gila. Ia memutuskan untuk tinggal selama seminggu di rumah sewaan Rohayah. Dari pertemuan sebagai suami isteri itu kemudian terungkap kembali kisah lama mereka. Ternyata lelaki yang akan dinikahkan lebih tua dari Rohayah, Rohayah tidak ingin menikah dan akhirnya pergi meninggalkan rumah, dan merantau ke Jakarta. Ketika di Jakarta Rohayah menjadi wanita panggilan dari hotel ke hotel. Kemudian ia menjadi nyai seorang lelaki Belanda di Sukarasa. Hanya selama tiga tahun, kemudian Rohayah meninggalkan suaminya lagi.
Ketika mendengar berita bahwa Tono menjadi dokter di Jakarta, ia pun berusaha menemui Tono. Bagi Tono, Rohayah adalah tempat pelarian, tempat berkeluh, tempat di mana pikiran-pikiran kusut dan kenangan lama yang mati dapat dihidupkan kembali. Rohayah amat berbeda dengan Tini, isterinya. Tono mengatakan bahwa ia tak mungkin lepas lagi dari Rohayah. Ketika itu Tono akan menjadi juri pada perlombaan keroncong di Pasar Gambir. Hartono dan Mardani kawannya semasa sekolah di kota Malang datang berkunjung. Hartono menanyakan isteri Tono, Tono hanya mengatakan bahwa ia sedang ke Solo. Hartono kemudian mengetahui bahwa isteri Tono adalah Tini, seorang gadis yang pemah bersahabat dengannya di Bandung sewaktu ia menjadi mahasiswa Technische Hoogereschool. Secara tidak sengaja, Tini bertemu dengan Hartono ketika Hartono menunggu Tono pulang dari kantor. Pertemuan itu mengungkapkan peristiwa beberapa tahun silam di Bandung.
Tini ternyata bekas kekasih Hartono, bahkan Tini sendiri telah ternoda oleh Hartono. Itulah sebabnya kemudian Tini mau menerima Tono menjadi suaminya, di samping sikap Hartono sendiri yang pengecut membuat surat perpisahan dan mengatakan bahwa setibanya surat itu pada Tini, Hartono telah tiada. Hartono ternyata hanya mengganti namanya menjadi Abdul Humid dan masih duduk dalam organisasi Partindo tempat mereka berdua berkenalan pertama kali. Pada pertemuan itu Hartono masih mengharapkan agar Tini dapat kembali padanya. Namun Tini amat tersinggung pada sikap Hartono. Ia marah dan meminta supaya mereka hidup sendiri-sendiri.
Dilain pihak Tono tertipu lagi oleh sikap Rohayah yang selalu manis didepannya . Siti Hayati seorang penyanyi yang merupakan pujaannya ternyata adalah Rohayah sendiri. Ia amat tidak senang dengan sikap Rohayah yang selalu berpura-pura. Tono beranggapan bahwa Rohayah akan selalu bersikap manis dan merayu laki-laki lain seperti kalau ia bersama dengan Tono. Rohayah yang terpojok dan merasa tidak dipercaya mengatakan pada Tono bahwa ia sebenarnya amat mencintai Tono namun ia takut apakah hubungan cintanya dapat langgeng. Ia merasa tidak seimbang mendapatkan Tono, itulah masalahnya.
Sebenarnya sebelum menikah Tono telah mengetahui bahwa Tini telah ternoda. Ia juga tahu bahwa ketika Tini menerimanya sebagai suami tidak berdasarkan cinta. Tono mau menerima Tini karena kekagumannya pada kecantikan Tini. Namun ia tidak pemah mengetahui siapa laki-laki yang menodai Tini. Pikiran-pikiran yang menyebar itu menyebabkan ia dapat memaklumi keadaan        Rohayah.                                       Ia    pun      menerima                     alasan  Rohayah.
                     Suatu ketika paman Tini datang hendak mendamaikan pertengkaran Tini dengan Tono. Namun usaha itu sia-sia. Baik Tono maupun Tini tidak dapat rukun kembali. Tini yang sudah mengetahui hubungan gelap Tono dengan Rohayah berkeinginan untuk menemui dan mendamprat Rohayah. Bertemulah Tini dengan Rohayah di sebuah hotel. Keinginan Tini untuk memaki-maki Rohayah yang telah menggoda suaminya akhirnya luluh begitu Tini bertemu dengan Rohayah. Karena melihat sikap Rohayah yang  lemah lembut dan sangat perhatian. Tini merasa malu dengan Rohayah, lebih-lebih ternyata Rohayah banyak tahu masa lalu Tini yang gelap. Tini menyesal bahwa selama ini ia kurang memberi perhatian pada Tono. Ia bukan istri yang baik. Ia tidak pernah memberikan kasih sayang yang tulus kepada Tono suaminya.
Peristiwa di hotel itu membuat Tini sadar diri. Ia merasa gagal menjadi seorang istri. Akhimya, Tini memutuskan untuk bercerai dengan suaminya. Bahkan ia berharap agar Rohayah bersedia menjadi isteri Tono. Niat ini disampaikan kepada Tono. Kenyataan ini juga membuat Tono tersadar. Ia berharap Tini masih mau menjadi istrinya. Tetapi tekad Tini sudah bulat. Perceraian tidak dapat dihindari lagi.Akibat perceraian ini hati Tono amat sedih. Lebih sedih lagi ketika Tono menghadapi kenyataan bahwa Rohayah telah meninggalkan dirinya. Yang dijumpai Tono hanyalah sepucuk surat dan sebuah piringan hitam lagu-lagu Siti Hayati yang tak lain adalah Rohayah sendiri. Rohayah yang menyatakan betapa ia sangat mencintai Tono, tetapi ia tidak ingin merusak rumah tangganya. Untuk itu, Rohayah telah meninggalkan tanah air pergi dan ke New Caledonia. Sedangkan Tini saat ini sudah berada di Surabaya, mengabdikan dirinya di sebuah panti asuhan yatim piatu.




UNSUR INSTRINSIK

A.    Tema
Tema yang terdapat dalam novel “Belenggu Karya Arminj Pane” ini adalah “Problematika Cinta Segita”.

B.     Alur
Alur yang digunakan dalam Novel Belenggu adalah alur maju. Karena dimulai dari perkawinan yang utuh antara Tono (Sukartono) dan Tini (Sumartini) kemudian muncul konflik yaitu adanya cinta segitiga antara Tini, Rohaya, dan Tono maupun  antara Tono (Sukartono), Tini, dan Hartono. Hingga akhirnya Tono dan Tini bercerai.

                  C. Tokoh dan Penokohan (Watak/Karakter Tokoh)
·         Sukartono (Tono), yaitu seorang dokter. Karakternya tidak setia, butuhperhatian lebih tapi dermawan
·         Sumartini (Tini), yaitu perempuan yang aktif dalam beberapa organisasi.
·         Rohayah, yaitu wanita penggoda tetapi lemah lembut dan perhatian
·         Hartono yaitu lelaki yang pernah menodai Tini dan lari dari dari tanggung jawab

D. Latar/Setting
·         Latar Tempat         : Rumah sukartono, Rumah sakit, dan Hotel
·         Latar Waktu          : Siang hari dan malam hari
·         Latar Suasana        : Menegangkan (ketika Tini memorgoki Tono sedang bersama Rohayah)

E.  Amanat
Amanat yang bisa dipetik dalam Novel Belenggu tersebut adalah :
·         Kita harus saling menghargai pasangan masing-masing, saling menyayangi dan perhatian meskipun kita sibuk dengan kegiatan masing-masing.
·         Jangan menganggu rumah tangga orang lain
F. Sudut Pandang Pengarang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah sudut pandang orang ketiga, karena menggunakan nama tokoh seperti Tono, Tini, Rohayah dan Hartono.


UNSUR EKSTRINSIK

1.      Latar Belakang Pengarang  
Novel ini di tulis oleh Armijn Pane. Dia adalah guru bahasa dan sejarah di perguruan Taman Siswa, baik di Kediri maupun di Jakarta. Beliau mengawali pendidikannya di Hollandsislandse School (HIS) Padang Sidempuan dan Tanjung Balai. Kemudian masuk Europese lagere School (ELS), yaitu pendidikan untuk anak-anak Belanda di Sibolga dan Bukittinggi. Pada tahun 1923 menjadi Studen Stovia (sekolah kedokteran) di Jakarta. kemudian tahun 1927 ia pindah ke Nederlands-Indische Artsenschool (Nias) ‘sekolah kedokteran’ (Nias) yang didirikan tahun 1913 di Surabaya. Jiwa seninya tidak dapat dikendalikan sehingga ia kemudian masuk ke AMS bagian AI jurusan bahasa dan kesusastraan di Surakarta hingga tamat tahun 1931. Pengalamannya sebagai studen kedokteran (Stovia) di Jakarta dan Surabaya melatarbelakangi ciptaannya yang tokoh-tokohnya dokter, seperti dr. Sukartono dalam novel Belenggu.

2.      Nilai-Nilai yang terkandung dalam Novel “Belenggu”
a.       Nilai Sosial
-Tono Bersikap dermawan terhadap sesama manusia, apalagi kepada yang membutuhkan  pertolongan.
- Tini mengabdikan dirinya di sebuah panti asuhan yatim piatu.

b.      Nilai Moral
Tono Mencintai profesinya sebagai seorang dokter dan bertanggung jawab karena menganggap pekerjaannya itu adalah pekerjaan mulia.

c.       Nilai Kebudayaan
Rohayah menjadi nyai seorang lelaki Belanda di Sukarasa selama tiga tahun.

d.      Nilai Pendidikan
Tono Aktif di beberapa organisasi kewanitaan, seperti Kongres Perempuan dan lain sebagainya. 

Analisis Novel oleh St. Hajrah
(Asisten Laboratorium Bahasa dan Sastra PGSD)

No comments:

Post a Comment